Universitas Pakuan

http://www.unpak.ac.id/

Senin, 18 November 2013

Cibedug

Berkunjung ke Desa Sebelah
oleh Tria Ayu Lestari

Hari pertama di Citorek, kami hanya bisa bertemu dengan kasepuhan dengan waktu yang terbilang cukup singkat. Perbincangan kami dengan kasepuhan tidak bisa mendalam karena itu hanya sebatas pertanyaan pembuka. Bisa dibilang, kami datang di waktu yang kurang tepat.
Keesokan harinya, kami berkunjung ke desa sebelah, yaitu Cibedug yang termasuk ke dalam bagian Citorek Barat. Kami menghabiskan waktu tiga setengah jam perjalanan dengan berjalan kaki. Bisa dibilang, perjalanan ini sungguh berat. Maklum, kami harus naik-turun bukit. Ditambah, jalanan yang berbatu. Lelah? Sudah pasti. Namun, mendaki bersama teman-teman membuat perjalanan ini begitu berarti. Sesekali kami berbagi minum, berbincang ringan saat istirahat di sela-sela perjalanan. Dan, saling menyemangati satu sama lain ketika lelah mulai datang. Ah, perjalanan yang bermakna!
            Sekitar pukul 12.00 siang, akhirnya kami sampai di Cibedug. Setelah rebahan sebentar, kami makan bersama. Kebetulan kami membawa bekal. Menu kami pun semua sama; nasi, telur dadar, dan tempe goreng. Memang, itu menu sederhana. Namun, melahapnya di tengah kebersamaan membuat saya begitu menikmatinya.

Peninggalan Bersejarah
oleh Ramadani dan Yohanes

Usai istirahat makan dan shalat, beberapa perwakilan dari mahasiswa Sastra Indonesia berbincang dengan kasepuhan di dalam rumah. Kurang lebih, kebiasaan mereka dengan Citorek sama, seperti panen satu tahun sekali dan memakai ikat kain batik di kepala. Yang terlihat berbeda adalah rumah mereka: masih berbentuk panggung, dan Cibedug mempunyai peninggalan bersejarah. Namun sayang, tidak ada yang bisa menceritakan lebih detail mengenai peninggalan bersejarah yang ada di sana.

Batu Tulis: Belum ada yang bisa mengungkapkan arti dari tulisan tersebut.
(Foto: dokumentasi pribadi)

Batu Kursi
(Foto: dokumentasi pribadi)

Sumur Keramat: Tidak ada air di dalamnya
(Foto: dokumentasi pribadi)

Mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia Unpak
(Foto:dokumentasi pribadi)

Batu Sajadah
(Foto:dokumentasi pribadi)

Batu Sembilan Lapis
(Foto:dokumentasi pribadi)

Kami hanya dipandu oleh Wahyu, senior kami, pemuda asal Citorek. Tidak banyak yang bisa ia ceritakan. Selesai mengambil gambar, kami berpamitan dengan kasepuhan. Benar, perjalanan kami belum berakhir. Kami harus kembali ke rumah Wahyu. Berjalan lagi dengan rute yang sama. Capek mulai begitu terasa, rasanya tak ingin lagi berjalan. Andai ada pintu ke mana saja. Ah! Khayalan yang tak mungkin terwujud. Namun, tak ada pilihan lain. Langkah demi langkah kami lakukan sambil bermandikan keringat. Ditambah, matahari yang begitu terik.

1 komentar:

  1. kaya'a kk baru dengerr daerahnya,. daerah citorek, dimana tuh de,.
    masih masuk bogor juga bukan de,..??'

    BalasHapus