Sederhana dan Hangat
oleh Tria Ayu Lestari dan Vivi Wulandari
Mengunjungi Kampung Adat Kasepuhan Citorek merupakan pengalaman yang tak terlupakan. Banyak hal baru yang kami temukan di sini, yang tentunya belum pernah kami temui. Salah satu dari sekian banyak yang menarik perhatian adalah ”kehangatan” masyarakatnya.
Kami sangat mengagumi masyarakat di sini. Baru saja kami menginjakkan kaki di sana, mereka menyambut kami dengan senyum paling tulus. Senyum seperti ini jarang ditemui di perkotaan. Masyarakat kota seolah tak peduli satu sama lain. ”Bagimu urusanmu, bagiku urusanku,” begitulah kira-kira.
Tidak begitu dengan Citorek. Bagi mereka, tamu adalah raja. Mereka tersenyum dan menyapa kepada orang asing. ”Akang, Teteh, ti mana?”, ’Akang, Teteh, dari mana?’ tanya beberapa warga kepada kami sambil menyalami tangan kami satu per satu. Ah, mereka begitu hangat.
Masyarakat Citorek pun begitu sederhana. Ini bisa dilihat dari cara mereka berpakaian. Perempuan di sini mengenakan kebaya atau lengan panjang, kain sarung atau rok, dan kerudung. Laki-laki memakai sarung dan baju koko. Namun, laki-laki dewasa di sini mengenakan ikat kain batik di kepalanya. Ini merupakan simbol warga Citorek. Ikat tersebut juga menandakan bahwa mereka terikat satu sama lain oleh adat atau budaya setempat dan agama.
0 komentar:
Posting Komentar